Pekebun cabai di Sukabumi, Jawa Barat, Asep Zunaidi menuturkan, pasokan cabai rawit baru memenuhi 30% dari total permintaan. Asep bahkan harus menolak tawaran kerja sama dari perusahaan makanan besar di tanah air lantaran kekurangan pasokan. “Mereka menerima berapa pun hasil panen,” ujar Asep. Namun, ia hanya mampu menuai 3 ton cabai rawit setiap bulan. Ia menjual hasil panen ke Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas).
Menurut pekebun sekaligus pengepul cabai di Magelang, Jawa Tengah, Marno konsumen menghendaki cabai yang segar dan sehat. Marno membidik pasar Jakarta. Ia mendapatkan pasokan cabai segar dari kebun sendiri dan pekebun mitra di Magelang dan Boyolali, keduanya di Jawa Tengah. Harga cabai merah keriting di tingkat pekebun mencapai Rp37.000—Rp39.000 per kg dan cabai rawit Rp45.000 per kg per September 2022.
Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten
Meningkat
Marno mengumpulkan hasil panen cabai dari pekebun pada sore. Keesokan hari sebelum pukul 10.00, Marno menyerahkan cabai yang terkumpul kepada pengepul besar yang mengangkut cabai ke Jakarta. Ia rata-rata memasok 6 ton cabai segar setiap hari. Namun, ketika musim kemarau ia hanya mengumpulkan 700 kg cabai. “Ketika pasokan cabai melimpah, pengepul besar membawa limpahan cabai dari Jakarta ke Jambi dan Medan,” ujar Marno.

Konsumen di Jambi dan Medan cenderung menyukai cabai berukuran sedang hingga panjang, sedangkan Jakarta tidak ada batasan ukuran. Cabai merupakan komoditas populer di tanah air. Nyaris selalu ada cabai di berbagai hidangan kuliner Indonesia bercita rasa pedas seperti rendang, rawon, pecel, dendeng, dan rica-rica. Kuliner yang tak lepas dari cabai membuat Indonesia menjadi negara dengan konsumsi cabai terbesar setelah Tiongkok dan India.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pertanian RI mencatat lebih dari 57% produksi cabai dikonsumsi langsung oleh rumah tangga. Konsumsi total cabai besar di tingkat rumah tangga di Indonesia selama tahun 2002—2020 berfluktuasi.
Namun, harga cenderung mengalami peningkatan 2,70%. Konsumsi cabai merah pada 2020 turun sebesar 15,04% dibandingkan dengan 2019. Semula 1,973 kg/ kapita/tahun menjadi 1,677 kg/kapita/tahun. Pada 2021—2023 konsumsi cabai merah diprediksi naik menjadi 1,852 kg/kapita/tahun atau naik sebesar 10,47% dibandingkan dengan 2020. Begitu pula dengan cabai rawit. Pada 2020 konsumsi cabai rawit di tanah air 1,769 kg/kapita/tahun.
Jumlah itu diprediksi naik menjadi 1,854 kg/kapita/tahun pada 2021—2023. Wilayah dengan tingkat konsumsi cabai besar tertinggi adalah Sumatra Barat, Jambi, dan Bengkulu. Pada 2020 konsumsi cabai besar di Sumatra Barat sebesar 7,328 kg/kapita/tahun. Adapun Jambi 5,543 kg/kapita/tahun dan Bengkulu 5,449 kg/kapita/tahun. Sementara provinsi dengan tingkat konsumsi cabai rawit tertinggi adalah Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Lampung. Pada 2020 tingkat konsumsi cabai rawit di Gorontalo sebesar 4,149 kg/kapita/ tahun, Sulawesi Utara 3,677 kg/kapita/tahun, dan Lampung 2,979 kg/kapita/tahun.

Pemacu inflasi
Cabai komoditas sayuran strategis yang memengaruhi inflasi. Secara umum, harga cabai bervariasi cukup tinggi pada setiap bulan dalam satu tahun. Fluktuasi harga terjadi karena banyak faktor seperti momen, cuaca, dan masa panen di daerah sentra. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi yakni pada Syakban, Ramadan, dan Syawal. Permintaan cabai yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kecukupan pasokan membuat harga di pasar melonjak.
Pun distribusi hasil panen dari pekebun ke konsumen akhir belum efisien. Biaya transportasi distribusi cabai dari daerah sentra ke daerah bukan sentra juga menjadi penyebab tingginya harga. Pengamat agribisnis, Soekam Parwadi menuturkan bahwa masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi cabai segar. Oleh sebab itu, pasokan cabai segar harus selalu ada di pasar setiap saat.
“Yang perlu digalakkan adalah menghadirkan cabai segar setiap hari untuk masyarakat,” ujar Soekam. Musababnya, keberadaan cabai tidak bisa digantikan oleh komoditas lain yang sama-sama bercita rasa pedas. Masyarakat tetap membeli berapa pun harganya. Di sisi lain jika pasokan berlebih, masyarakat tidak lantas berbondong-bondong memborong cabai lantaran konsumsinya terbatas.
Menurut Soekam pemangku kebijakan semestinya memahami peta kebutuhan cabai yang beredar melalui pasar. Sebagai contoh kebutuhan cabai rawit di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sekitar 145 ton setiap hari. Jika pasokan kontinu maka harga di pasar cenderung stabil. Ketersediaan pasokan secara kontinyu dengan jenis sesuai kebutuhan pasar merupakan nilai mutlak. Soekam menuturkan, pasar induk merupakan pusat pengendali harga karena komunikasi pedagang di pasar induk terjadi setiap menit.

Mereka memantau pergerakan barang mulai dari Cibitung, Tanahtinggi, lalu Kramatjati. Pasar induk merupakan lokasi tempat pedagang menengah hingga kecil membeli cabai. Soekam menuturkan, kantongkantong penyedia pasokan cabai selayaknya ditambah. Lokasi kebun tak melulu dekat dengan target pasar. Sebagai contoh untuk target Jabodetabek tak harus membuka kebun di Jabodetabek. “Perluasan kebun cabai bisa di daerah mana saja, asalkan budi daya dan transportasi dilakukan dengan benar,” ujar Soekam.
Di dalam perniagaan cabai, hukum ekonomi tetap berlaku. Permintaan pasar yang lebih tinggi daripada kemampuan produksi memengaruhi harga. Belum lagi budi daya cabai di berbagai daerah tidak sama. Ada yang mempertahankan cara konvensional dan ada pula yang modern. Penurunan pasokan cabai bisa disebabkan oleh menurunnya produksi di kawasan sentra. Lazimnya, ketika kemarau produksi cabai di dataran tinggi maupun tadah hujan mengalami penurunan. Pasokan cabai di sana justru melimpah saat musim hujan karena para pekebun beramairamai menanam.
Saat kemarau serangan virus kuning mengintai. Pekebun bukan cuma terancam mengalami penurunan hasil, tetapi bisa gagal panen. Oleh sebab itu kehadiran benih unggul sangat penting untuk menyelamatkan panen. Menurut Direktur Pemasaran PT Tunas Agro Persada, Cipto Legowo, penyakit cabai yang menjadi momok bagi pekebun adalah virus kuning. Pemilihan varietas unggul tahan virus kuning menjadi langkah awal pekebun untuk mengamankan panen.
Cipto menuturkan Indonesia merupakan negara tropis dimana siklus kehidupan organisme pengganggu tanaman (OPT) berjalan terus menerus. “Di sentra-sentra cabai pasti ada tanaman baru semai, remaja, tua, dan siap panen. Dampaknya. fase kehidupan OPT selalu ada,” kata Cipto. Berbeda dengan negara subtropis yang terdapat musim dingin. Aktivitas bercocok tanam di musim dingin otomatis terhenti sehingga siklus kehidupan OPT terputus.
Varietas unggul
PT Tunas Agro Persada merilis cabai keriting merah Jacko 99 untuk mengatasi virus kuning yang merajalela. Keistimewaan Jacko 99 adalah tidak mudah patah sehingga aman selama pengiriman. “Risiko patah rendah sehingga konsumen bisa menerima Jacko 99 dalam kondisi prima,” kata Cipto. Jacko 99 mampu bertahan hingga 10—14 hari pada
suhu ruang. Selama masa tanam, Jacko 99 menghasilkan 150—200 buah dengan bobot 1—1,25 kg per tanaman. Umur panen 75—80 hari setelah tanam (HST). Total jenderal produksi Jacko 99 mencapai 21,71—22,65 ton/ha/musim. Daerah penanaman Jacko 99 berada di Jawa Tengah yakni Temanggung, Wonosobo, Banjarnegara, dan Magelang.

Varietas yang juga tahan virus kuning adalah Sios tavi, cabai keriting hasil rakitan PT Bisi International. Sios tavi memiliki potensi hasil hingga 12,6—16 ton/ha. Selama masa tanam Sios tavi menghasilkan 0,7—1,2 kg cabai. Panen perdana umur 83—87 HST. PT Bisi International juga merilis Iggo tavi yang tahan terhadap virus kuning, layu bakteri, dan fusarium. Umur panen Iggo tavi 78—83 hari. Bobot panen 0,7—1 kg cabai per tanaman.
Momok lain bagi pekebun cabai adalah serangan patek alias antraknos yang mengakibatkan busuk pada buah sehingga tidak laku dijual. Menurut peneliti cabai di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jawa Barat, Dr. Rinda Kirana, S.P., M.P., upaya pencegahan serangan antraknos dimulai sejak pemilihan benih yang bebas penyakit. Selain itu, lakukan budi daya intensif mulai dari pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan pestisida rutin. Nutrisi yang tercukupi menjaga kekuatan tanaman sehingga menghalau antraknos.
Penerapan teknologi tepat guna pun penting dalam budi daya cabai. Sebut saja penggunaan mulsa dan fertigasi. Mulsa berguna menjaga kebersihan kebun sehingga serangan cendawan bisa ditekan, pun populasi gulma yang sering kali menghambat pertumbuhan tanaman. Mulsa juga mencegah erosi di kebun dengan kontur tanah miring. Adapun fertigasi merupakan solusi jitu bagi pekebun yang tinggal di wilayah dengan pasokan air minim. Dengan penerapan budi daya intensif serta menjaga pasokan cabai setiap saat diharapkan tak perlu risau lagi harga cabai melonjak.