Tiga sekawan, tiga sekerabat. Itulah aren Arenga pinnata, kelapa Cocos nucifera, dan lontar Borassus sundaicus. Ketiga pohon anggota famili Arecaceae itu penghasil gula baik dalam bentuk cetak, gula semut, gula kristal, dan gula cair. Para petani ketiga komoditas itu memiliki banyak pilihan antara memanen buah atau nira. Jika memanen nira—bahan baku gula berarti mereka tidak akan memanen buah.
Mana yang lebih menguntungkan: menjual buah atau gula? Harga jual gula meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan menjual nira. Jika petani membudidayakan aren, kelapa, dan lontar secara organik, harga jual produk pun makin mahal. Produsen di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdur Rohman, menjual gula kelapa cetak rata-rata Rp16.000 per kilogram.
Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten

Adapun harga gula kelapa semut atau kristal Rp20.000 per kilogram. Perbedaan harga itu akibat pembuatan gula semut membutuhkan proses lanjutan dari gula cetak. Sementara itu penyusutan ketika pembuatan gula semut rata-rata 100 gram. Penjualan gula dengan harga itu berarti lebih menguntungkan bila pria kelahiran Desember 1990 itu menjual buah kelapa muda segar atau degan.
Ia mengatakan, di Desa Hargorejo harga degan rata-rata Rp2.500—Rp4.000 per buah tergantung ukuran buah. Belum lagi peminatnya yang lebih sedikit. Penjualan buah segar bagi Rohman terasa lebih rumit dibandingkan dengan harus mengolah nira terlebih dahulu agar dapat menjual gula kelapa. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol/Peliput: Andriyansyah Perdana Murtyantoro)