Puyuh milik Yasarianto mati. Semula akibat faktor kepadatan kandang, ketersediaan pakan yang kurang, dan berakhir saling mematuk. Menurut peternak di Kabupaten Magelang Jawa Tengah itu, puyuh menyukai aroma darah dan warna merah akibat luka. Itulah sebabnya puyuh bersifat kanibal. “Ketika melihat warna merah atau aroma darah puyuh langsung matuk-matuk tidak berhenti. Jadi, puyuh yang sudah luka makin tersiksa sampai akhirnya mati,” kata Yasarianto.
Menurut ahli genetik Fakuktas Peternakan IPB,Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, Sifat kanibalisme pada puyuh disebabkan interaksi antara genetik dan faktor lingkungan, antara lain manajemen kandang dan pakan. Adapula akibat gen pengontrol sifat agresif yakni Mona Amin Oksidase (MAO), serotonin dan dopamine.
Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten

Cegah kanibal
Menurut ahli nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Sumiati, M.Sc., peternak dapat mencegah sifat kanibal dengan memastikan pakan puyuh selalu tersedia. Sediakan kandang dengan luas yang cukup bagi puyuh. Monitoring kondisi puyuh sesering mungkin wajib dilakukan peternak, untuk menghindari kejadian yang terlanjur parah. Apabila kondisi ini tidak terpenuhi, dapat menyebabkan puyuh semakin ganas. Yasarianto mengatakan, terdapat beberapa faktor penyebab puyuh kanibal seperti kepadatan populasi dalam satu kandang, ketersediaan pakan dan minuman, serta kerapian bangunan kandang.
“Puyuh bisa luka kalau kandang tidak rapi. Ada kawat yang terbuka atau apa pun yang bisa melukai puyuh. Dari situlah salah satu awal mula puyuh lain mulai menyerang,” kata peternak kelahiran 30 Desember 1960 itu. Menurut peternak di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Muhammad Rifky Pradipta, puyuh akan saling serang ketika pakannya tidak terpenuhi. Oleh karena itu, perlu ketersediaan pakan yang cukup untuk mencegah kanibalisme.
Menurut Kiki puyuh mulai menunjukkan sifat kanibal ketika berumur 45 hari atau bertelur pertama. Pada umur 0—45 hari Kiki, sapaannya, tidak menjatah pakan. Menurut Kiki pada umur pembesaran pakan harus terus tersedia. Pemantauan setidaknya 3 hari sekali. Memasuki umur 45 hari, jatah pakan puyuh antara 22—25 gram per ekor setiap hari. Kiki memberi toleransi, bila pakan habis dalam sehari, ia segera menambah kembali sedikit demi sedikit.
“Kalau dibatasi, khawatir mengganggu produktivitasnya,” kata Kiki. Selain itu ia juga menambahkan air minum pada puyuh. Idealnya air bersih untuk minum puyuh. Jika telanjur ada kanibalisme, Rifky Pradipta segera memisahkan puyuh terluka. Menurut peternak berumur 31 tahun itu mengobati puyuh yang luka dengan cairan antiseptik. Tujuannya agar luka cepat mengering dan tidak infeksi. Setelah sembuh, Kiki mencampurkan kembali puyuh itu. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)