Doni Saputra, S.Pd. sulit menjual 150 kg lada putih kering karena beraroma tidak sedap. Ketika memproses biji lada usai panen, produsen di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung, itu tidak mengganti air rendaman selama 14 hari. Penyebabnya sungai—sebagai sumber air untuk perendaman—saat itu pada 2015 mengering akibat kemarau panjang.
Idealnya penggantian air rendaman lada itu dilakukan setiap 4 hari sekali. Tanpa penggantian air menyebabkan raja rempah itu beraroma busuk. Pemicunya mikrob cepat berkembang. “Pertumbuhan mikrob mengundang aroma yang menyimpang (off flavour) seperti bau tinja,” tutur peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Dra. Hernani, M.Sc.
Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten

Perendaman lada
Menurut Hernani sejatinya aroma yang menyimpang itu mudah diatasi. Magister Kimia alumnus University of Manchester, Inggris itu meriset pemrosesan ulang lada beraroma menyengat. Hernani dan tim mengolah kembali lada putih itu dengan proses termal dan nontermal.
Pengolahan secara termal dengan uap panas. Proses sterilisasi dengan uap panas mengunakan alat pengukus dapur atau steamer. Hernani menetapkan suhu 90—1000C. Lada tetap berada dalam kantung. Hasilnya mampu memperbaiki mutu fisik, menurunkan kontaminan mikrob, dan menekan bau menyimpang.
Menurut Hernani aroma busuk itu hilang seiring dengan berkurangnya mikrob akibat uap panas. Durasi pemanasan memengaruhi kualitas. Periset lada itu mengatakan, durasi penguapan ideal 30 menit yang mampu meningkatkan kualitas sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu II. Proses itu menurunkan senyawa kimia yang menyebabkan bau seperti asam heksanoat, p-cresol, dan 3-metil indol.
Ketiga senyawa itu penyebab lada bau tak sedap. Selain itu jumlah mikrob pun turun signifikan. Sebelum pemanasan kandungan bakteri pada lada putih asal Bangka itu 4,55 x 109 cfu/g. Setelah reproses kandungan bakteri menjadi 3,5 x 103 cfu/g. Teknologi pemanasan (termal) itu pun tidak mengurangi kandungan minyak asiri, kadarnya tetap 2%.
Menurut Kendri Wahyuningsih dari Balai Besar Penelitian Pascapanen Pertanian pengaliran uap panas meningkatkan kadar minyak asiri menjadi 2,6—2,8%. Namun, makin lama proses termal menyebabkan penurunan kandungan piperin. Biaya penguapan itu mencapai Rp18.000—20.000 per kg.
Rendam lada
Cara lain untuk mengatasi aroma busuk dengan cara nontermal atau perendaman lada dalam air yang mengandung ozon. Konsentrasi ozon sangat rendah, 0,30—0,44 ppm. Dalam riset itu Hernani menggunakan durasi perendaman beragam, 20 menit, 40 menit, dan 60 menit. Perendaman dalam drum plastik berdiameter 50 cm dengan tinggi 99 cm. Kapasitas 30 kg.
Aroma busuk lada itu hilang. Peran ozon dalam perendaman mengurangi populasi dan perkembangbiakan mikrob. Menurut Hernani pekebun juga dapat memanfaatkan drum bersih untuk perendaman lada busuk. Periset itu menuturkan, perendaman dengan ozon relatif sederhana dan praktis. Namun biaya untuk pengadaan mesin generator ozon relatif mahal hingga Rp80 juta.
Riset ilmiah itu membuktikan, pengolahan ulang lada putih yang berbau menyimpang mampu memperbaiki mutu fisik. Kedua cara itu menurunkan kontaminan mikrob dan menekan bau yang terdapat pada lada putih itu. (Widi Tria Erliana)