“Umbi porang berbobot 1 kg menghasilkan 2 kg daging nabati,” kata pengolah porang Amorphophallus muellerri asal Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Ibnu Tanjung. Sementara bobot tepung porang bisa mengembang hingga 4 kali. Yang dimaksud daging nabati yaitu olahan umbi porang menjadi bahan pangan siap masak. Penggunaan istilah daging nabati agar lebih mudah dikenal masyarakat Indonesia. Ibnu membuat berbagai pangan olahan porang dari daging nabati.
Menurut Ibnu sangat memungkinkan mengolah porang menjadi produk pangan siap konsumsi untuk skala rumah tangga. Selama ini masyarakat enggan mengolah porang karena mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan gatal dan iritasi. “Kalsium oksalat dalam hasil olahan kami sangat rendah yaitu 0,2% sehingga aman untuk pangan,” kata pengolah porang sejak Maret 2021 itu. Adapun kandungan kalsium oksalat layak konsumsi maksimal 0,8%.
Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten

Glukomanan
Ibnu menurunkan kandungan kalsium oksalat porang dengan 5P singkatan dari pencucian, perendaman, perebusan, penghalusan, dan pencetakan. Ada juga perendaman fermentasi menggunakan probiotik sehingga menurunkan asam oksalat. Produk probiotik itu kini tersedia di pasaran dengan sebutan bioporang. Produk itu mengandung mikrob sejenis Trichoderma sp. yang juga berasal dari porang.
Mengolah porang dengan lima tahapan itu menghasilkan produk berupa daging nabati. “Kini ada 129 olahan berbahan dasar porang,” kata Ibnu. Makin rendah kalsium oksalat otomatis persentase glukomanan meningkat. Menurut guru besar Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., glukomanan merupakan serat alami yang terdiri atas polisakarida dengan unit glukosa dan manosa.
Kegunaan glukomanan dalam industri pangan antara lain sebagai bahan pembentuk jeli, bahan penstabil, pengental, pelapis membran, dan pengemulsi. Eni menuturkan, penambahan glukomanan dapat membuat minuman seperti milkshake atau fiber drink tetap stabil dan tidak mengendap. Menurut Ibnu teknologi mengolah porang di dalam negeri bermanfaat bagi masyarakat sehingga tidak bergantung pasar impor.
Pengemasan olahan porang oleh rumah tangga dan UMKM pun sangat memungkinkan menjadi produk ekonomis atau premium sehingga nilai tambah tetap di dalam negeri. Menurut pemilik PT Sanindo Porang Berkah, Dian Rahadian, S.H., harga olahan porang salah satunya beras fortifikasi mencapai Rp300.000 per kilogram. Diabetesi kerap mengonsumsi beras fortifikasi porang atau shirataki. Alasannya produk itu memiliki kandungan karbohidrat, protein, dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan beras konvensional. (Muhamad Fajar Ramadhan)