Andalas menjadi maskot flora Provinsi Sumatera Barat. Keberadaaannya kini makin langka. Usaha pelestarian pun harus dilakukan.
Siapa pernah mendengar kata andalas Morus macroura var.macroura? Sebagian orang yang lahir di Pulau Sumatra mungkin pernah mendegar kata itu. Kemungkinan lebih banyak orang yang belum mengetahui tentang andalas. Ternyata andalas merupakan salah satu tanaman yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Andalas itu dijadikan sebagai flora maskot Sumatera Barat berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumatera Barat No. 522-414-1990 tanggal 14 Agustus 1990.
Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten
Pemilihan andalas sebagai flora maskot Sumatera Barat berkaitan erat dengan peranan tanaman itu dalam kehidupan dan budaya masyarakat Minangkabau. Kayu andalas sudah dimanfaatkan masyarakat Minangkabau untuk membuat tiang rumah gadang (rumah adat) sejak lama. Harap mafhum, kayu andaleh—sebutan andalas oleh masyarakat Sumatera Barat—dikenal berkualitas baik, kuat, dan tahan rayap.
Habitat Â
Tinggianya yang mencapai 60 m sangat cocok digunakan sebagai penyangga bangunan tradisional yang khas dan unik. Penggunaan nama andalas pun tak jarang disematkan pada nama-nama tempat ataupun jalan di Sumatera Barat. Hal itu menandakan kesan yang mendalam tentang tanaman itu bagi masyarakat. Bahkan, nama andalas digunakan salah satu universitas negeri terbaik di Pulau Sumatra sebagai nama institusinya.

Andalas merupakan tanaman berkayu dengan ketinggian pohon mencapai lebih dari 40 m. Bentuk tajuknya rimbun. Batangnya bergetah putih. Jika dirawat dengan baik andalas dapat tumbuh dengan batang yang lurus dan kuat sehingga dapat menghasilkan kayu yang baik. Bentuk daun bulat telur (ovatus) sampai jantung (cordatus). Ukuran daunnya beragam, mulai panjang 5—22,1 cm dan lebar 3,2—20,6 cm.
Pinggir daun bergerigi dengan jumlah pertulangan daun sekunder 4—7 pasang. Andalas tergolong tanaman berumah dua (dioceous). Artinya, bunga jantan dan betina terletak pada pohon berbeda. Bunga jantan terdiri atas 4 kepala sari dan bunga betina terdiri atas satu putik yang bercabang dua. Kelopak bunga ditutupi bulu-bulu. Bunga merupakan bunga majemuk berbentuk malai yang terletak di ketiak daun.
Setiap tahun sekali andalas menggugurkan daunnya. Fase pengguguran daun itu merupakan periode peralihan dari periode vegetatif ke generatif. Satu bulan berselang muncul tunas-tunas baru yang diiringi dengan munculnya kuncup bunga. Meski sohor berasal dari Sumatera Barat, tetapi keberadaan andalas tersebar di beberapa tempat. Tanaman anggota famili Moraceae itu juga ditemukan di kaki Gunung Himalaya (sekitar daerah Assam dan Sikkim), Malaya, Filipina, dan Papua Nugini.
Di Indonesia andalas ditemukan di Sumatra Barat; di lembah Gunung Merapi dan Gunung Sago Batu Sangkar, di kaki gunung Talang, di Sekitar Maninjau, Sungai Puar, dan Batang Barus. Sebaran pohon andalas juga ditemukan di daerah Andaleh, Paninjauan, Singgalang, Tanjungbonai, Lembahanai, Simanau, Airsirah, Batangbarus, Keloksambilan, Halaban, Batangpalupuh, Maninjau, dan Panti. Semua lokasi tersebut di Provinsi Sumatera Barat.
Berkhasiat
Habitat andalas umumnya di dataran tinggi, kaki gunung, dan di daerah yang relatif rendah seperti kawasan hutan. Sebaran tanaman yang cukup banyak menjadikan masyarakat Sumatera Barat kerap memanfaatkan pohon andalas untuk berbagai keperluan. Sejak dahulu masyarakat Minangkabau menggunakan kayu andalas sebagai lantai, dinding, dan tonggak rumah. Kayu andalas juga digunakan sebagai bahan baku industri, misalnya industri mebel.
Maklum, kayu andalas tergolong awet (kelas awet I dengan BJ 0,75). Tidak hanya itu, kayu andalas juga mudah dalam pengerjaan. Oleh sebab itulah kayu andalas bernilai ekonomi tinggi karena harganya mahal. Tidak hanya kayunya, daun tanaman andalas pun memiliki banyak kegunaan. Bentuk daun andalas yang lebih besar daripada kerabat dekatnya (Morus spp) berpotensi sebagai pakan alternatif ulat sutra.
Dengan begitu dapat menunjang pengembangan bisnis dan industri kain sutra.Tanaman andalas juga berguna di bidang kesehatan. Daun andalas dapat digunakan sebagai obat kudis. Caranya dengan mengonsumsi air rebusannya. Sementara batang andalas bermanfaat sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Senyawa antioksidan dan inhibitor tirosinase berpotensi sebagai bahan kosmetik untuk perlindungan dan pemutih kulit (antibrowning). Bahan aktif yang terkandung di dalamnya adalah senyawa oksiresveratrol serta andalasin A dan B.

Tanaman andalas juga diketahui mengandung senyawa antimikrob dan antitumor. Adapula senyawa kimia yang berpotensi sebagai bahan baku industri farmasi antara lain hidroksitridekanildodekanoat, triterpenoid tetrasiklik asetat, ß-sitosterol, asam betulinat, triisoprenil flavanol, dan morasin B. Tanaman andalas juga mengandung bahan kimia yang mampu menghambat pertumbuhan virus HIV.
Meski dapat dimanfaatkan di bidang kesehatan tetapi masyarakat tidak pernah mengonsumsi buahnya. Buah andalas berwarna hijau kekuningan ketika masak. Setelah itu ia jatuh dari pohon. Lain halnya dengan M. macroura yang berasal dari Pakistan dan India. Buah yang dikenal dengan Himalayan mulberry itu memiliki untaian buah berwarna ungu dan kemerahan saat masak. Ukurannya juga cukup besar. Buah ini dikonsumsi sebagai buah-buahan segar. Selain dikonsumsi segar, buah juga dapat diolah menjadi minuman olahan.
Langka
Sebagai flora maskot Sumatera Barat, diharapkan andalas dapat dikenal oleh masyarakat luas. Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang mengetahui bentuk dan keberadaan tanaman itu. Hal itu disebabkan keberadaan andalas sudah mulai berkurang lantaran eksploitasi yang berlebihan. Baik untuk keperluan bahan bangunan maupun perabot yang tidak diikuti dengan upaya pelestarian. Lantaran jumlah individu dan populasi yang terus mengalami penurunan, seharusnya andalas tergolong sebagai salah satu pohon yang langka keberadaannya di Indonesia.
Untuk menemukan pohon andalas di hutan harus menempuh perjalanan panjang hingga jauh masuk ke dalam hutan. Itupun andalas hanya ditemukan di kawasan yang relatif terjamin perlindungannya seperti di hutan adat Nagari Andaleh. Populasinya mencapai 12 pohon/hektare. Ada pula 33 pohon andalas di radius jalur pendakian Gunung Kerinci-Gunung Tujuh, kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Provinsi Jambi.
Sedikitnya populasi andalas diperparah dengan jarang ditemukannya anakan baik di lahan masyarakat ataupun di hutan alam. Penelitian Delaja Alhadi dan Zulmardi dari Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, membahas sebaran andalas di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat. Penelitian dilaksanakan pada Juli 2018.
Riset itu menggunakan metode line transek berbentuk jalur, dengan jalur penelitian dibuat 3 jalur. Selain itu penelitian juga menggunakan metode plot purposive random sampling di mana petak ditentukan peneliti. Petak dibuat berukuran 20 x 20 m, 10 x 10 m, dan 5 x 5 m sebanyak 26 plot. Petak itu memiliki individu andalas di dalamnya. Hasilnya, andalas yang dijumpai sebanyak 44 individu dengan komposisi tingkat pohon 10 individu, tiang 29 individu, dan pancang 5 individu.
Sementara tingkat anakan atau semai tidak ditemukan. Andalas mulai ditemukan pada ketinggian 1.000—1.250 meter diatas permukaan laut (m dpl). Komposisi vegetasi sekitar andalas berjumlah 34 jenis tumbuhan. Dari hasil penelitian juga diketahui andalas bukanlah tanaman dominan di lokasi penelitian. Sebelumnya, pada 2013 Mahdane juga meneliti sebaran andalas di Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanahdatar, Sumatera Barat.
Konservasi
Dalam riset itu hanya ditemukan 266 individu andalas yang tumbuh alami di tanah ulayat Kecamatan X Koto. Jumlah itu terdiri atas 134 pada tingkat pohon, 49 pada tingkat tiang, 64 pada tingkat pancang, dan 19 pada tingkat semai. Kegiatan penanaman andalas yang dilakukan di Nagari Singgalang pada 2007 memiliki persentase keberhasilan tumbuh sangat kecil. Dari penanaman 40.000 bibit hanya 292 atau 0.73% yang tumbuh.
Secara alami andalas termasuk jenis lambat tumbuh. Apalagi ia tergolong tanaman berumah dua. Kondisi ini diduga kuat sebagai penyebab rendahnya perbanyakan alami andalas di alam yang berujung kelangkaan. Ditambah lagi dengan kurangnya perhatian masyarakat yang seharusnya bisa meningkatkan peluang perbanyakan andalas. Sebab pada dasarnya andalas sangat mudah berkecambah sehingga dapat juga diperbanyak melalui setek.
Meskipun tidak tercantum dalam daftar merah International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), pada kenyataannya andalas telah menjadi tanaman langka yang susah ditemukan. Andalas bahkan tidak dikenali masyarakat Sumatera Barat sendiri. Survey menemukan potensi andalas sebanyak 153 pohon yang tersebar di spot-spot lahan milik warga di dua kabupaten di Sumatera Barat, yakni Tanahdatar dan Limapuluh Kota.
Kondisinya tanpa perawatan bahkan kadang tanpa diketahui. Tidak ada jaminan kelangsungan hidup andalas di lahan itu. Sebab kapan saja bisa ditebang oleh masyarakat yang membutuhkan area itu untuk keperluan lain. Jika hal itu dibiarkan terus-menerus tidak mustahil andalas lama-kelamaan punah. Usaha pelestarian saja tidak cukup. Harus disertai upaya mengedukasi kembali masyarakat tentang maskot floranya.
Upaya membangkitkan kembali andalas salah satunya dilakukan Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH). Dalam kurun waktu 2015—2018 tim melakukan penelitian untuk mengonservasi dan mempromosikan tanaman andalas. BP2TSTH mengembangkan teknologi perbanyakan tanaman andalas dari biji dengan keberhasilan semai hingga 90%. Bibit andalas dari balai ini telah ditanam di berbagai lokasi di Sumatera Barat.
Penanaman
Balai itu juga telah membangun plot konservasi andalas seluas sekitar 2 hektare di Kabupaten Limapuluh Kota yang nantinya diharapkan menjadi sumber benih andalas. Sebagai upaya mengenalkan andalas sebagai maskot flora Sumatera Barat, plot monumental andalas pun dibangun di jalan lintas provinsi Kelok Sembilan. Konsepnya konservasi-edukasi. Maklum, wilayah ini merupakan destinasi wisata.
Dengan begitu pesan yang ingin disampaikan lebih bergaung. Pembangunan plot monumental konservasi-edukasi andalas di Kelok Sembilan itu mendapat dukungan dari pemerintah daerah Kabupaten Limapuluh Kota. Prasastinya disahkan Bupati Limapuluh Kota dan Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLKH pada 2018. Pemerintah daerah Povinsi Sumatera Barat pun turut bergerak kembali mengampanyekan andalas dengan mencanangkan Gerakan Tanam Serentak (Gertak) Andalas.
Kegiatan itu mewajibkan penanaman andalas di hampir seluruh kantor pemerintahan di Sumatera Barat. Institusi konservasi di lingkup KLKH, seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat dan Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan juga turut mendukung program ini dengan melakukan penanaman dan menyebarkan gaung pelestarian andalas.
Potensi bernilai tinggi yang dimiliki tanaman andalas tidak akan bermakna jika jumlah populasi tanaman tidak mendukung. Ketersediaan bibit merupakan kunci keberhasilan untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari andalas. Secara alami perbanyakan andalas dapat dilakukan secara generatif. Biji hasil polinasi silang akan disebarkan burung ataupun kelelawar. Akan tetapi, di lapangan jarang ditemukan anakan (seedling) meski letaknya di sekitar pohon induk.
Andalas sulit berkembang biak secara alami (generatif) lantaran biji sukar berkecambah. Diduga penyebabnya karena dormansi benih yang disebabkan adanya zat penghambat perkecambahan yang terdapat di dalam jaringan buah. Dengan lepasnya kulit buah dapat meningkatkan kerberhasilan perkecambahan hingga 90%. Tanaman berumah dua juga menyebabkan pembungaan tidak serentak sehingga sulit melakukan perkawinan sendiri.
Perbanyakan
Waktu pemasakan serbuk sari dan kepala putik yang tidak bersamaan menyebabkan penyerbukan sulit terjadi. Selain perkembangbiakan generatif, perbanyakan andalas juga dapat dilakukan secara vegetatif yaitu melalui organ vegetatif seperti akar, batang, dan daun. Munculnya sprouting pada beberapa akar tanaman andalas menunjukkan bahwa akar dapat berfungsi untuk menghasilkan individu baru. Perbanyakan vegetatif andalas menggunakan setek batang telah berhasil dilakukan.
Sayangnya, hasil setek itu menghasilkan bibit berkualitas rendah. Alternatif lainnya, perbanyakan bibit andalas secara in vitro melalui teknik kultur jaringan. Cara ini menjadi harapan menjanjikan untuk menghasilkan bibit secara massal. Kultur jaringan daun andalas berhasil dilakukan di laboratorium kultur jaringan Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Andalas. Langkah itu berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut melalui tahapan aklimatisasi plantlet guna menghasilkan bibit bermutu.
Sebagai upaya pemanfaatan berkelanjutan dengan menerapkan asas konservasi, perbanyakan secara vegetatif dan generatif hendaklah mempertimbangkan aspek keragaman genetik. Perbanyakan dengan setek batang dan pemilihan eksplan yang digunakan untuk kultur jaringan sebaiknya mempertimbangkan variasi genetiknya. Sebaiknya dipilih individu ataupun populasi yang memiliki variasi genetik tinggi.
Oleh karena itu analisis variasi genetik menjadi tahapan yang harus dilakukan untuk konservasi dan pemanfatan andalas secara berkelanjutan. Pola tanam juga sebaiknya mempertimbangkan tersedianya aliran gen (gene flow) antar individu dan populasi. Caranya dengan menaman beberapa individu betina dengan individu jantan dan menyediakan polinator. Bibit asal perbanyakan generatif hendaklah dipilih untuk memperoleh individu yang memiliki sistem perakaran kokoh. (Prof. Dr. Syamsuardi, M.S., M.Sc., dosen Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas, Sumatera Barat)