Nama tanaman itu anuma dan jarang terdengar. Masyarakat Jawa dan Papua menggunakan kata yang sama untuk menyebut tanaman anggota famili Asteraceae itu. Nama tanaman kerabat kenikir itu mirip nama ilmiahnya yakni Artemisia annua. Riset ilmiah in vitro membuktikan, anuma berpotensi mengatasi serangan virus korona atau Corona virus disease 19 (Covid-19).
Peneliti di Worcester Polytechnic Institute, Prof. Pamela Weathers, meneliti efek seduhan kering tujuh kultivar Artemisia annua terhadap perbanyakan Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV2 merupakan strain virus korona yang berkembang di Wuhan, Tiongkok. Semua seduhan daun kering Artemisia annua menunjukkan aktivitas anti-SARS-CoV-2.

Berlangganan Trubus Member untuk Baca Lengkap Seluruh Konten
Fakta ilmiah
Dalam riset ilmiah itu dosis IC50 (inhibition consentration atau konsentrasi obat yang menghambat 50% target) artemisinin pada seduhan daun 0,1—8,7 mikromolar (μm), dari jumlah total flavonoid 0,01—0,14 mikrogram (μg), dan dari massa keringan daun 23,4—57,4μg. Makin kecil angka IC50 menunjukkan kian kuat senyawa itu menghambat virus. Tim itu juga mengamati efek penghambatan seduhan dan anuma dalam infeksi SARS-CoV-2 setelah virus masuk ke sel.
Menurut tim peneliti, komponenkomponen yang paling berpengaruh menghambat infeksi virus bukan hanya artemisinin, tetapi kombinasi dari komponen-komponen yang secara sinergis bekerja memblokir dampak virus. Ekstrak anuma mengandung senyawa-senyawa antiinflamasi, antioksidan, dan antimikrob sebagaimana riset dari Guilin Medical University, Tiongkok, Wang Changming.
Changming membuktikan bahwa senyawa artesunate pada daun anuma berefek antifibrotik atau mencegah terjadinya fibrosis (pembentukan jaringan fibrin) pada pulmonari fibrosis. Penyakit pulmonari fibriosis mengakibatkan paru-paru tidak bekerja dengan normal seperti mudah sesak. Ia menguji daun anuma pada hewan uji berupa tikus. Berbagai riset praklinis menunjukkan, daun anuma potensial menyembuhkan virus korona.

Perusahaan farmasi, Mateon Therapeutics dan Windlas menguji coba klinis yang melibatkan 3.000 pasien virus korona. Para periset mengekstraksi daun anuma sehingga memperoleh senyawa artemisinin. Mereka kemudian mengolahnya menjadi kapsul berdosis 500 mg per kapsul. Pasien virus korona mengonsumsi satu kapsul artemisinin setiap hari selama 5 hari hingga total 3 siklus setara 15 hari. Satu siklus terdiri atas 5 hari pengobatan dan 5 hari jeda.
Para periset memperhatikan keamanan penggunaan obat dan khasiat artemisinin dalam meringankan gejala virus korona. Hingga September 2020 penelitian sejak Agustus 2020 itu melaporkan 25 kasus efektif. Para pasien virus korona hanya memerlukan 4—10 hari hingga hasil negatif atau sembuh dari serangan virus korona. Sejauh ini ke- 25 pasien itu tidak menunjukkan reaksi merugikan. Pemeriksaan citra dada pasien menunjukkan, peradangan di paru-paru berkurang dan gejalanya membaik secara signifikan.
Resep
Sementara itu Institut Ilmu Medis dan Nutrisi Salvador Zubiran (Instituto Nacional de Ciencias Medicas y Nutricion Salvador Zubiran) di Meksiko melibatkan 360 pasien korona dalam uji klinis. Mereka mengonsumsi seduhan daun anuma. Para pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi mengonsumsi seduhan daun anuma dan obat camostat mesilate. Penelitian sejak Agustus 2020—April 2021. Hingga kini belum ada laporan dari uji klinis.
Dokter herbal yang meresepkan Artemisia vulgaris antara lain dr. Erna Cipta, M.Pharm. Alumnus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada itu menggunakan daun A. vulgaris untuk mengobati pasien kanker paruparu dan infeksi paru. Ia meresepkan rebusan daun 100—400 g selama satu bulan plus campuran herbal lainnya.
Erna Cipta juga menambahkan herbal lain sesuai dengan kondisi klinis masing-masing pasien. Pemilik klinik herbal KebonQta di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, itu mengatakan bahwa dalam pengobatan tradisional Tiongkok Artemisia annua kerap digunakan dalam moksibusi. Moksibusi adalah pembakaran keringan daun A. annua pada titik-titik tertentu di tubuh.

Menurut Erna frekuensi moksibusi ideal 2 hari sekali hingga 2 kali dalam sepekan. Moksibusi membantu berbagai keluhan kesehatan, terutama untuk meningkatkan energi tubuh (chi) yang lemah dan akral (ujung ekstremitas tubuh seperti jari tangan dan kaki) dingin.
Dokter ahli mikrobiologi medis dari Institut Pertanian Bogor, Prof. dr. Dr. Sri Budiarti menjelaskan hingga kini yang paling efektif menangani virus korona adalah menjaga serta meningkatkan daya tahan tubuh. Ia mengatakan, kasus Covid-19 di Indonesia lebih banyak yang sembuh ketimbang yang meninggal dunia. Bahkan mantan pasien virus korona yang memerlukan ventilator dapat sembuh dan bugar kembali.

Cegah korona
Pengendalian kesehatan dan kebersihan seperti memperhatikan ventilasi, iluminasi, penggunaan masker, kepadatan manusia, kebersihan lingkungan dan diri paling utama dilakukan. “Ketersediaan pangan menjadi poin penting untuk menghindari dan menyembuhkan serangan virus korona. Jika makanan-makanan bernutrisi dan sehat tersedia dan dapat dikonsumsi imunitas tubuh makin berfungsi baik,” kata dr. Sri.
Dokter alumnus Universitas Sebelas Maret itu mengatakan, pengendalian penyakitpenyakit penyerta bagi yang memiliki, seperti diabetes ataupun hipertensi. Bagi para pengidap penyakit-penyakit penyerta Covid-19 harus menjaga kesehatan dan menetralkan kondisi penyakit penyerta. Misalnya, bagi yang memiliki tekanan darah tinggi harus menjaga tekanan darah senormal mungkin dengan minum obat atau menjaga makanan dan pola hidup.
Ketika pagebluk korona, berbagai penelitian mencari obat penyembuh sangat ditunggu. Madagaskar merilis produk Covid-organics dan dipromosikan sebagai penyembuh virus korona. Produk tonik herbal yang diluncurkan pada April 2020 itu mengandung ekstrak Artemisia annua. The World Health Organization (WHO) menyatakan Artemisia annua menjadi salah satu tanaman yang potensi mengobati korona.
(Tamara Yunike)